Setelah perjalanan panjang di hari ke tiga ( klik aja disini untuk ceritanya ), kami memutuskan berkelana disekitar sisi timur utara pulau bali ( repot bener nyebutnya ), maksudnya di sekitar tampak siring hingga danau batur. Hari ini konsepnya wisata alam dan budaya.
Tirta Empul - Desa Panglipuran - Danau Batur
Pukul 05:30. Udah tekad dari malem mau bangun pagi, tungguin mentari nongol di ubud, kebetulan dapat kamar hadap timur dan dilembah, jadi berdasarkan perhitungan harusnya punya view sunset yang keren..ehm udara cukup dingin pagi itu, banyak suara burung dan tidak berkabut alias cerah... sambil nunggu blue hour atau golden hour di pagi hari, saya siapkan peralat tempur..dan inilah hasilnya foto dibawah ini,, lumayan juga lah untuk tukang foto level absolute beginner...
Pukul 07:30, waktuknya breakfast, tapi lebih tepat istilahnya breakslow, karena sayang ya kalo sarapan disini buru buru, apalagi ngak dikerjer kerjaan,, musti bener bener menikmati sarapannya. Kalo kita memiliki mata naturalis, kita akan menemukan banyak hewan bersliweran, tupai, kupu2, burung, ayam juga serangga bersliweran, suasana yang sungguh nyaman buat breakfast... andaikan Jakarta bias begini ya...kayaknya kalo ada berkat mau beli villa disekitar sini ach...Selesai breakfast kayaknya enak nech berendem di bath up ... bathupnya sech biasa aja tapi pemandagannya yang ngak biasa,, mumpung anak anak pergi berenang jadi bisa tenang rendeman hehehehe...
Dalam Perjalanan saya bertemu penduduk local yang sedang melangsungkan upacara adat. Ternyata hari ini waktu yang bagus buat ngaben ( upacara pembakaran jenasah ) ,kebetulan mereka juga menuju ke tirta empul, jadi jalanan agak tersendat. Orang Bali itu luas biasa mereka menghargai adat budaya dan agama dengan baik. Cara mereka berpakaian ketika beribadah setidaknya mencerminkan keseriusan mereka beribadah. Coba piker berapa lama waktu untuk berdandan dan mengenakan pakaian adat? ehmm pastinya pagi subuh mereka sudah bersiap,, dan harus berjalan kaki loh bukan naik mobil.
Pukul 11:00 Saya sudah pernah kunjungi Tirta Empul 10 tahun yang lalu waktu honey moon, tidak ada perubahan sama sekali dengan lokasi wisata ini ( harusnya pemerintah daerah memikirkan ya.. supaya ada daya tarik yang baru selalu buat turis ). Setelah membayar tiket masuk, dan mengenakan kain penutup bagian kaki, kami mulai menjelajahi bagian pura satu persatu. Mulai dari taman air yg berisi ikan mas dan koi yang besar banget. Kita bisa memberi makan dengan membeli pellet ikan +- 2.000,- per kantong. Setelah puas bermain ikan, kami lanjutkan masuk ke dalam pura, melihat kolam pancuran yang sedang digunakan untuk upacara adat. Disisi atas lokasi ini terdapat istana tampak siring, tapi tidak ada akses langsung kesana. karena tidak terlalu banyak di lihat, kita sudahi kunjungan dilokasi ini dan menuju Desa Adat Panglipuran.
Dengan mengambil jalan kintamani, dimana sepanjang jalan kita temui warung kopi luwak,, sebetulnya ingin mampir, tapi kami mengejar waktu,, oh ya sekedar informasi, sehubungan ini jalan agak sepi ditengah jalan kita ketemu polisi lagi razia, kayaknya sech ngak resmi ya hehehehe...tips dari saya tetap bawa SIM dan STNK, pas buka kaca kita langsung Tanya ke dia " Siang pak, kebetulan ketemu bapak, hehehehe.. Pak apa betul ini jalan menuju. bla bla bla? " tuch polisi biasnya langsung sok akrab juga.. " oh bapak dari mana? mau kemana?" trus dia jelasin dech jalan ke panglipuran...." .. saya kiraiin dia lupa Tanya surat mobil dan STNK, pas saya bilang terima kasih dan mau oper gigi satu,, eh ternyata dia inget " Maaf pak saya mau lihat STNK dan SIM nya..?" wkwkwkwk bisaan aja tuch polisi... tapi dia langsung suruh saya jalan ... untung kebiasaan pake sit belt kalo ngak ya.. cepek cheng melayang tuch...
Desa ini juga dikenal memegang kuat adat monogamy. Bagi yg mau berkunjung , musti menggunakan kendaraan pribadi, krn taksi dan kendaraan umum sangat jarang ( kayaknya ngak ada ). Desa wisata yg baru dikembangkan, dengan tiket turis lokal sekali masuk 15.000 untuk dewasa dan 10.000,- untuk anak. Fasilitas standard buat turis sudah tertata baik ( Toilet, tempat makan dan home stay ). Cocok buat yg mau merasakan suasana yg asli Bali, suka berpetualang dan landscape fotografi. Jalanan desa cuma ada satu jalur dari bawah ke atas, dimana posisi paling atas ditempati oleh pura.Usahakan datang sebelum jam 12:00 siang, krn tidak ada tempat berteduh. Khusus Rekomendasi saya untuk tempat ini adalah " MUST VISIT!!"
![]() |
Keindahan batur dari sisi atas |


Sambil nunggu masakan matang, kita berfoto2, sambil sedikit pusing terombang ambing ombak danau. Kami juga bertemu nelayan local yang sedang menjaring ikan.Masakan diresto ini enak juga, semua ikan air tawar khususnya nila merah dan mujair. Untuk harga makanan ,, ehm menurut saya agak relative murah untuk kelas resto dengan view keren gini. +- perorang 50 rban dach..
Pukul 15:30, waktu mulai sore, kami memutuskan untuk kembali ke arah Tegalalang, kali ini kami mengambil jalur raya pujung, disepanjang jalan ini terdapat perkebunan jeruk dan sayuran, kami mampir sebentar membeli sekantung jeruk. Pemandangan yang cukup indah juga disini. Dalam perjalanan kami memutuskan kembali ke Ubud, sebelum kembali ke hotel, kira2 jam 17:00an kami memasuki kawasan Ubud kembali untuk makan malam. Seperti biasa pukul 20.30 kami kembali ke hotel, kali ini saya mau menghabisakan malam dengan berendam kembali di bathup,, tapi suasannya gelap cuma pake lilin.. wah sensasi tersendiri rupanya campuran suasana romantic, air yang panas dan suhu yang dingin, horror dikit karena gelap banget pemandangannya, cuma terlihat lampu rumah penduduk ke kejauhan.
nach cerita selanjutnya di hari ke lima ya.. klik aja disini.. Hari Ke Lima